Penggunaan teknologi kian dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali di ajang SEA Games XXVI ini. Pada tahun ini, SEA Games menggunakan beberapa teknologi canggih untuk kelangsungan acara tersebut, dua diantaranya adalah teknologi pencatatan waktu dan teknologi pencegah hujan.
1. Teknologi pencatatan waktu
Panita Pelaksana SEA Games XXVI Indonesia (InaSOC) bekerjasama dengan PT Maxxima mengoperasikan sistem pencatatan waktu dan skor di beberapa venues secara optimal sehingga diharapkan tidak ada kesalahan sekecil apapun dalam menghitung.
2. Teknologi pencegah hujan
Teknologi Pencegah Hujan di SEA Games XXVI
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), banyak sekali kecanggihan dan perubahan yang bisa kita rasakan manfaatnya. Perkembangan teknologi tersebut kian diupayakan untuk membantu kegiatan kita sehari-hari. Tak ubahnya seperti pesawat sederhana yang membantu kita dalam melakukan pekerjaan berat menjadi ringan. Rupanya di dalam ajang olahraga bergengsi seperti SEA Games juga turut menggunakan teknologi.
Teknologi yang digunakan di SEA Games ada beberapa, misalnya adalah teknologi pencatat waktu dan teknologi pencegah hujan. Kalau teknologi pencatat waktu masih bisa kita imajinasikan secara logis cara kerjanya, nah yang membuat saya penasaran dan heran adalah dengan cara kerja teknologi pencegah hujan ini, yang akan digunakan agar tidak terjadi hujan ketika SEA Games XXVI berlangsung di Palembang.
Rupanya teknologi pencegah hujan ini adalah tugas dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cara kerjanya ternyata adalah menggunakan 3 buah pesawat, yaitu 2 buah pesawat Casa 212 dan 1 buah pesawat Cesna. Sebenarnya pencegahan hujan dilakukan dengan menggeser awan dan mencegah awan yang berpotensi menimbulkan hujan dengan menaburkan bahan higroskopis kurang dari micron ke dalam sistem awan yang baru muncul.
Awan yang baru muncul tersebut biasanya tersusun atas 100 butir air persentimeter kubik dengan ukuran masing-masing 10 mikron. Ketika ada tambahan uap air, awan akan tumbuh menjadi awan hujan sehingga ukurannya menjadi lebih besar. Disini peran BPPT tersebut, yaitu dengan membuat awan agar tetap stabil.
Seandainya cara ini kurang efektif dan awan masih berkembang menimbulkan potensi awan hujan, maka cara lainnya adalah dengan jumping process atau metode proses lompatan. Cara kerja metode ini adalah memaksa awan segera menjadi hujan supaya tidak terlalu besar dan hujannya nggak deras. Kebalikan dari cara yang pertama, yaitu dengan menaburkan bahan higroskopis berukuran lebih dari 30 mikron.
Teknologi pencegah hujan menggunakan Doppler weather mobile radar untuk mendeteksi pertumbuhan dan pergerakan awan dan ditambah dengan pesawat versi rain making yang memiliki GPS serta mampu membawa bahan semai berdasarkan target. Kemudian peralatan canggih lainnya, seperti Automatic Weather Station, pemeriksa suhu dan iklim dan lainnya.
v
Setelah berlangsung selama 44 hari sejak tanggal 11 September - 24 Oktober 2011 pelaksanaan penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk penanggulangan asap dan kebakaran lahan dan hutan, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin secara resmi meminta kepada BPPT untuk melaksanakan kegiatan pengurangan curah hujan di areal Sea Games terhitung mulai 25 Oktober 2011. “Dasar pertimbangannya yaitu karena curah hujan di wilayah Sumatera Selatan khususnya di areal Jaka Baring sangat tinggi dan dirasakan mulai mengganggu kegiatan persiapan serta pembangunan arena tempat akan berlangsungnya pesta olah raga Sea Games,” ujarnya lebih lanjut.
Pada kesempatan yang sama, saat melakukan kunjungan untuk pertama kalinya pada kegiatan TMC yang dilakukan UPT Hujan Buatan (UPT-HB) BPPT di Bandara Sutan Machmud Badarudin II (SMB II) Palembang, Kepala BPPT, Marzan A Iskandar menyampaikan penilaian sangat memuaskan atas keberhasilan tim UPT-HB dalam menjalankan misi penanggulangan bencana asap dan kebakaran lahan dan hutan di wilayah Sumatera Selatan. “Saya harap juga agar tim dapat menjaga kondisi dan disiplin kerja agar tidak terjadi kesalahan atau kecelakaan di lapangan,” tegasnya.
Selama pelaksanaan operasi TMC, jumlah titik api di Sumatera Selatan telah mengalami penurunan yang cukup drastis dan tingkat visibility udara di Bandara SMB II menjadi normal kembali. Keberhasilan ini tentunya tidak lepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan tim UPTHB diantaranya dengan memanfaatkan dua website dalam memantau dan menentukan titik panas (hot spot) di area yaitu dari The National Oceanic and Atmospheric Administration.